Birokrasi
Tersandera Politik?
Oleh : Yakob KM Ismail
Pagi-pagi dengan udara yang sangat segar di kota Depok, Jawa Barat,
dan ditemani alunan musik, saya membaca buku dengan
judul "Birokrasi
Dalam Politik" yang ditulis
oleh Profesor Mulyarto Tjokrowinoto. Beliau adalah Guru Besar ilmu Administrasi
Negara dan dosen Universitas Gadjah Mada, yang juga merupakan dosen saya kuliah
waktu di Yogyakarta. Ada beberapa hal yang menarik dalam tulisan beliau
terutama yang menyangkut masalah politisasi birokrasi.
Dikatakannya, bahwa birokrasi
merupakan sesuatu yang sangat unik untuk diperbincangkan dan hal ini juga perlu
untuk dicermati. Mengapa dicermati? karena birokrasi adalah institusi modern
yang wajib ada dalam khasanah penyelenggaraan pelayanan publik baik secara
teoritis maupun empirik. Pencermatan terhadap kinerja birokrasi inilah yang
nantinya bisa membawa pemikiran kita pada sebuah penilaian menyangkut orientasi
apa yang sesungguhnya diemban oleh birokrasi. Hal ini perlu digarisbawahi,
mengingat meskipun birokrasi diyakini sebagai organ pelayanan publik tak
seorangpun bisa menjamin bahwa ia mungkin saja berubah menjadi "monster"
yang menyengsarakan publik.
Seperti kita ketahui bersama bahwa birokrasi dalam
keseharian kita selalu dimaknai sebagai institusi resmi yang melakukan fungsi
pelayanan terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Segala bentuk upaya
pemerintah dalam mengeluarkan produk kebijakannya, semata-mata dimaknai sebagai
manifestasi dari fungsi melayani urusan orang banyak. Akibatnya, tidak heran
jika kemudian muncul persepsi bahwa apapun yang dilakukan oleh pemerintah
adalah dalam rangka melayani kepentingan warga masyarakat yang diwakili oleh
institusi yang bernama birokrasi tersebut. Walaupun persepsi ini mengandung
titik-titik kelemahan, yang bisa jadi menyesatkan. Namun sampai saat ini, pemerintah yang diwakili
oleh institusi birokrasi tetap saja diakui sebagai motor penggerak pembangunan.
Pemaknaan terhadap
birokrasi sebagai organ pelayanan bagi masyarakat luas tentu merupakan
pemaknaan yang sifatnya idealis. Bahkan, tak salah jika Max Weber memandang
birokrasi sebagai organisasi yang rasional, sesuatu mekanisme sosial yang
memaksimumkan efisiensi dan juga sebagai bentuk organisasi sosial yang memiliki
ciri khas. Tetapi diakui atau tidak, pemaknaan yang ideal terhadap fungsi
pelayanan yang diperankan birokrasi tidaklah sepenuhnya bisa menjelaskan
orientasi birokrasi di Indonesia. Perjalanan panjang kehidupan birokrasi di
negeri ini, selalu saja ditandai oleh dominan yang aspek politis di bawah
komando penguasa negara. Kasus birokrasi pada masa orde lama, dan terlebih lagi
di masa orde baru pada dasarnya merupakan cermin dari kekuatan penguasa negara
dalam mencekam tubuh birokrasi sehingga birokrasi tidak dapat berbuat banyak
bagi masyarakat.
Kehidupan birokrasi yang
ditumpangi atau bahkan didominasi muatan muatan politis oleh penguasa negara
jelas menjadikan tujuan birokrasi melenceng dari arah yang semula dikehendaki. Akibatnya,
orientasi pelayanan publik yang semestinya dijalankan menjadi bergeser ke arah
orientasi yang sifatnya politis. Dalam kondisi ini, birokrasi tidak lagi
abstrak dan ramah dengan kehidupan masyarakat. Namun,
justru menjaga jarak dengan masyarakat sekelilingnya. Performance birokrasi
yang kental dengan aspek-aspek politis inilah yang pada gilirannya melahirkan
stigma "politisasi birokrasi".
Dari pandangan Profesor Mulyarto Tjokrowinoto
inilah, saya berpikir mengapa
birokrasi menjadi bulan-bulanan para politisi untuk menguasai kekuasaan. Padahal, secara garis besar
antara politisi dan birokrasi mempunyai kekuasaan yang berbeda-beda dan juga
dapat bersanding di dalam membangun sebuah negara. Kedua konteks ini, di dalam negara
berkembang mungkin sangat sulit untuk diterapkan karena akibat dari pemahaman
membangun sebuah pemerintahan masih dimaknai
dengan merebut sebuah kekuasaan.
Namun optimisme masih berharap kepada
ilmuwan pemerintahan.
Hal ini mungkin bisa menjadi pemikiran baru dalam rangka memberikan masukan
bahwa membangun pemerintahan kedepan
harus bisa membedakan antara “peran
politik” dan juga “peran birokrasi” di dalam membangun
sebuah negara yang berorientasi kepada kemakmuran masyarakat secara luas dan seadil-adilnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar